METODOLOGI DISKUSI



    Manusia sebagai makhluk sosial tentu membutuhkan adanya hubungan dengan manusia lain. Tidak hanya hubungan secara fisik saja tapi juga hubungan ide diantara mereka. Hubungan ide antara satu manusia dengan manusia lain disebut sebagai komunikasi.
Dalam proses komunikasi, seseorang mengirimkan pesan kepada penerima pesan dengan harapan adanya reaksi terhadap pesan tersebut. Jadi komunikasi akan terjadi jika terdapat tiga hal yaitu pengirim pesan, pesan itu sendiri dan terakhir penerima pesan.
Pesan merupakan ide / pikiran manusia yang didapat melalui berbagai cara. Ada secara inderawi, ada secara akli, intuisi dan lain sebagainya. Ide yang ada merupakan cerminan dari realitas yang ada.  Tak mungkin ide manusia merupakan cerminan dari yang tiada. Yang tiada tak mungkin memberikan efek, termasuk efek terhadap pengetahuan manusia.
    Agar memudahkan manusia dalam berpikir, manusia melakukan abstraksi terhadap cerminan dari realitas. Abstraksi tersebut dinamakan dengan bahasa. Bahasa terdiri atas simbol-simbol yang menggambarkan konsepsi manusia tentang realitas.
Dalam komunikasi, simbol-simbol tersebut bersifat material agar bisa diindera oleh penerima pesan sehingga bisa ditanggapi olehnya. Simbol yang merupakan alat komunikasi tersebut merupakan kesepakatan masyarakat, sehingga ia bisa digunakan bersama-sama dan komunikasi dapat mencapai tujuannya. Jika simbol yang digunakan berbeda antara pengirim pesan dan penerima pesan maka komunikasi akan gagal, ide yang ingin disampaikan oleh pengirim pesan tidak dimengerti oleh penerima pesan.
    Begitu juga dengan pemaknaan terhadap simbol yang sama, ia harus disepekati bersama oleh pengirim dan penerima pesan. Jika makna suatu simbol tidak sama antara yang dimaksud oleh pengirim pesan dan yang dimengerti oleh penerima pesan, maka komunikasi akan gagal. Contoh yang sering diceritakan adalah pemaknaan kata “atos” antara orang Jawa dengan orang Sunda. Orang Jawa memaknai “atos” dengan makna keras, sedangkan orang Sunda memaknai sebagai makna “sudah”.
     Jadi dalam suatu komunikasi harus ada kesamaan bahasa dan makna yang dipakai  / dipahami oleh pengirim pesan dan penerima pesan. Selain itu, bahasa juga harus menunjuk pada realitas yang sama. Jika ada komunikasi menggunakan kata “kucing” dengan makna yang sama tetapi realitas yang ditunjuk berbeda, maka komunikasipun akan gagal. Jadi dalam suatu komunikasi dapat disimpulkan harus ada kesesuaian antara bahasa, pikiran dengan realitas yang dimaksudkan.
      Sebagian orang mengatakan bahwa pemaknaan terhadap suatu simbol oleh seseorang tidak sama dengan orang lain. Begitu juga dengan penunjukan suatu makna terhadap suatu realitas. Sehingga mereka menyimpulkan bahwa kebenaran menurut seseorang tidak sama dengan kebenaran menurut orang lain. Dengan kata lain, kebenaran bernilai relatif. Pemahaman demikian tidaklah tepat. Jika demikian adanya, maka seseorang tidak dapat memastikan kebenaran. Sehingga apapun yang dikomunikasikan tidak akan pernah sesuai dengan tujuan berkomunikasi. Lalu, bagaimana dengan pernyataan-pernyataan mereka?. Konsekuensinya, apapun yang mereka ucapkan harus diabaikan.
Antara satu manusia dengan manusia lain memang memiliki perbedaan. Namun harus diketahui juga bahwa antara mereka juga memiliki kesamaan. Kesamaan antara satu orang dengan orang lain adalah dalam kaidah-kaidah berpikirnya, misalnya. Tidak mungkin ada interaksi, dalam hal ini komunikasi jika tidak ada kesamaan antara satu dengan lainnya. Selain itu, kesamaan pikiran antara manusia satu dengan yang lainnya bisa dihasilkan melalui kesepakatan-kesepakatan. Misalnya kesepakatan bahwa kata “manusia” digunakan untuk mewakili hewan yang berpikir.
Dalam berkomunikasi, yang dimaksud dengan pesan adalah pikiran yang dinyatakan oleh pengirim pesan. Maka membicarakan tentang kebenaran pikiran merupakan suatu hal yang diperlukan. Komunikasi akan berjalan dengan baik jika pesan (pikiran) bernilai benar.
    Kebenaran suatu pikiran haruslah memenuhi dua syarat yaitu syarat bentuk dan syarat isi. Syarat bentuk berkaitan kesesuaian susunan-susunan pikiran dengan kaidah berpikir manusia. Sedangkan syarat isi berkaitan dengan kesesuaian dengan realitas (kenyataan). Kebenaran bentuk diuji secara deduktif sedangkan kebenaran isi diuji dengan metode induktif.  Metode deduktif merupakan cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Kaidah berpikir manusia secara garis besar dibagi menjadi tiga yang dikenal dengan Prima Principia. Ketiga hal tersebut adalah:

1.  Prinsip berpikir
Prinsip ini menyatakan bahwa sesuatu adalah sesuatu itu sendiri; A adalah A.

2.  Prinsip non-kontradiksi
Prinsip ini menyatakan bahwa sesuatu bukan selain sesuatu itu:; A bukan selain A; A tidak sama dengan selain A.

3.  Prinsip Menolak kemungkinan ketiga.
Prinsip ini menyatakan bahwa pikiran manusia hanya bisa menunjuk sesuatu ata selainnya saja. Sesuatu atau selainnya saja; A atau selain A.

Kaidah-kaidah berpikir manusia diatas merupakan bentuk konsistensi pikiran terhadap pikiran sebelumnya. Sedangkan kebenaran isi merupakan bentuk konsistensi pikiran terhadap kenyataan yang dimaksud oleh pikiran tersebut. Kesalahan pesan dalam sebuah komunikasi dapat dikategorikan menjadi dua; yaitu kesalahan yang tidak disadari dan ksalahan yang disadari. Kesalahan yang disadari biasa disebut dengan kebohongan.
Kebutuhan manusia akan pengetahuan adalah kebutuhan yang sangat mendasar. Kebutuhan ini sangat menentukan keberhasilan kehidupan seorang manusia.  Pengetahuan digunakan manusia untuk menentukan tujuan dan cara mencapai tujuan. Tanpa pengetahuan kehidupan manusia menjadi tidak berarti.
     Keterbatasan seorang manusia untuk mendapatkan pengetahuan tak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya yang sangat banyak. Keterbatasan fisik, latar belakang, waktu, dan tempat misalnya menyebabkan pengetahuan yang didapatkan juga terbatas. Sehingga ia membutuhkan yang lain untuk melengkapi kekurangannya. Ia membutuhkan pengetahuan orang lain untuk memenuhi kenutuhannya akan pengetahuan.
Diskusi merupakan metode untuk mendapatkan pengetahuan baru. Pengetahuan seseorang yang didapatkannya di luar diskusi disampaikan kepada peserta diskusi lain sehingga peserta diskusi akan mendapatkan pengetahuan baru. Namun pengetahuan baru tersebut tidak dapat langsung dibenarkan. Ia harus diuji terlebih dahulu baik dari segi bentuk maupun dari segi isi. Sehingga pengetahuan yang disampaikan dapat dipastikan kebenarannya.
Untuk berjalannya proses diskusi degan baik maka ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut adalah;

1.     Adanya perbedaan
Karena tujuan diskusi adalah untuk mendapatkan pengetahuan baru maka harus ada
perbedaan pengetahuan antara satu dengan yang lainnya tentang sesuatu yang didiskusikan.

2.    Adanya kesamaan
Hubungan dalam hal ini adalah hubungan pikiran satu orang dengan orang lain hanya akan terjadi jika ada kesamaan. Kesamaan ini bisa berupa kesamaan prinsip berpikir, kesamaan bahasa yang dipahami, masalah yang dibicarakan maupun kesamaan tujuan. Jika seseorang berdiskusi namun tujuannya bukan untuk mendapatkan pengetahuan baru yang benar, misalnya untuk memaksakan pendapatnya, maka diskusi tidak akan berjalan dengan baik.
    Selain kesamaan yang disebutka di atas, harus ada kesamaan juga dalam menilai kebenaran suatu pemikiran. Kriteria kebenaran yang harus disepakati adalah;

1.     Kebenaran bersifat universal
Kebenaran suatu pemikiran harus bernilai universal, artinya berlaku untuk kapanpun dan dimanapun. Jika tidak demikian maka peserta diskusi yang tempat dan waktu mendapatkan pengetahuan baru tersebut berbeda tidak dapat menerima kebenaran tersebut.

2.    Kebenaran bersifat mutlak
Tanpa pandangan tersebut, maka diskusi akan sis-sia. Apapun pengetahuan baru yang ada dalam sebuah diskusi tidak dapat diterima sebagai kebenaran. Sehingga semua perkataan yang dikemukakan dalam sebuah diskusi tidak berbeda dengan kebohongan, ketidakwarasan dan omong kosong.

3.    Kebenaran bersifat manusiawi
Artinya bahwa pengetahuan yang disampaikan secara alamiah dapat diterima atau dimengerti oleh manusia. Tak perlu ada rekayasa seperti melalui bujukan, paksaan atau paksaan. Jika ada rekayasa seperti itu maka perlu dipertanyakan kebenarannya. Kebenaran akan diterima jika hal itu memang sebuah kebenaran, diakui secara lisan atau tidak.
4.    Kebenaran bersifat argumentatif
Dalam sebuah diskusi, pembuktian terhadap kebenaran sebuah pendapat atau pengetahuan baru harus dimiliki. Argumentasi digunakan untuk menjelaskan proses mendapatkan pengetahuan baru tersebut sehingga orang lain dapat menilai kebenarannya dari proses tersebut.  Argumentasi adalah proses bergeraknya suatu pengetahuan yang menjadi patokan menuju pengetahuan baru (kesimpulan). Dalam menilai kebenaran dan keabsahan argumentasi, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama adalah kebenaran dari isi pengetahuan yang menjadi pijakan. Kedua adalah keabsahan penyusunan pengetahuan-pengetahuan pijakan menjadi suatu kesimpulan (proses pengambilan kesimpulan).
 
5.    Kebenaran bersifat ilmiah
Ini dimaksudkan agar kebenaran suatu pengetahuan dapat dibuktikan oleh orang lain bahwa pengetahuan tersebut sesuai dengan kenyataan yang ada. Kebenaran yang tidak dapat dibuktikan oleh orang lain tidak dapat didiskusikan. Artinya bahwa kebenaran tersebut tidak dapat dihukumi untuk orang lain.


Himpunan Mahasiswa Islam






PRIMA PRINSIPIA



Kemustahilan adanya kontradiksi dalam semua yang maujud (Benar-benar ada; nyata). Ini adalah hakikat inti dari prima prinsipia, yang disebut dengan prinsip non-kontradiksi (qanun tanaqudh). Secara lebih terinci mengenai prima principia ini terdiri atas tiga prinsip yaitu :
  • Identitas (qanun dzatiyyah), prinsip identitas artinya sesuatu identik dengan dirinya sendiri.  Contohnya : A adalah A.
  •  Non-kontradiksi (qanun tanaqudh), prinsip non-kontradiksi artinya sesuatu pastinya tidak sama dengan yang bukan dirinya sendiri.  Contoh : A bukan selain A, A tidak sama dengan selian A.
  • Ketiadaan batas (qanun imtina’), prinsip ketiadaan batas artinya sesuatu tidak mungkin sekaligus sesuatu dan bukan sesuatu tersebut pada saat yang bersamaan.
Contohnya : Tuhan itu Ada dan Ada memiliki makna hanya karena menurut qanunu dzatiyyah, Ada itu benar-benar Ada.

Kemudian menurut qanun tanaqudh, Ada pasti tidak sama dengan dengan tidak Ada, dan lebih tegas lagi, menurut tanun imtina’, Tuhan itu Ada dan mustahil tidak Ada.  Demikianlah, tidak ada suatu kebenaran apapun yang dapat di-tashdiq (Yakin) tanpa mengakui prima principia.  Karena berarti benar bisa sekaligus salah, dan sebaliknya, dan bahkan tidak ada sutau konsepsi (Gagasan-gasan/idea) apapun baik tunggal maupun majemuk yang dapat diterima tanpa sebelumnya mengakui prima principia, karena segala sesuatu kehilangan identitasnya dan tidak mungkin diberi identitas tanpa menerima prima principia ini sebelumnya.

Keberadaanya dalam akal manusia niscaya, dan jelas bukan merupakan prinsip yang bisa diturunkan dari fakta maupun prinsip lain.  Karena justru prinsip inilah tempat semua bangunan pengetahuan manusia bertumpu.
Dan kebenaranya dalam alam objektif tidak mungkin dapat dibantahkan.  Karena dengan menolak kebenaranya kita akan kehilangan keseluruhan makna semua yang maujud.
Dan penolakan kepadanya hanyalah karena perbedaan istilah tentang kontardiksi.  Sehingga secara hakiki (Dasar) tidak mengubah kebenaran prinsip ini yang mutlak.
Sehingga benarlah jika dikatakan prinsip dasar seluruh bangunan pengetahuan manusia adalah suatu ilmu hudhuriy (Pengetahuan dengan kehadiran). Karena prima principia yang merupakan kenyataan yang paling nyata dari yang nyata ternyata telah hadir dalam akal manusia tanpa memerlukan suatu usaha rasional apapun.
Bahkan sebagian filsuf yakin bahwa pada hakikatnya semua ilmu bersifat hudhuriy.  Karena bukankah semua ilmu lain lahir dari, oleh, dan untuk prima principia ini?
Dan bahkan, prinsip kesegalaan,-tidak lain adalah prima prinsipia-, telah ada secara niscaya pada jiwa manusia , sehingga terkadang manusia disebut sebagai mikro-kosmos.  Walaupun secara material manusia sebagian kecil dari alam materi namun sebagai intellegeble(), manusia mengandung hakikat semua yang maujud.  Sehingga tak salah jika dikatakan bahwa, seluruh yang ada telah secara ada dalam jiwa manusia, inpotentia, dengan memahami bahwa belum tentu teraktulisasi sempurna.  Apakah itu yang dimaksud dengan Tuhan tak mungkin ditampung apapun kecuali di qolbi mu’min.
Dan semoga Ia menjernihkan al-aql (akal) dari hawa nafsu sehingga jelas nampak semua yang benar sebagaimana adanya, kabulkanlah Yaa Allah tunjukanlah hatiku yang sesat dan lagi gelap ini wallahu lam bish-showwab.
Ada delapan syarat untuk membuktikan adanya kontradiksi :

  • Kesatuan subjek
  • Kesatuan predikat 
  • Kesatuan tempat 
  • Kesatuan waktu 
  • Kesatuan potensialitas dan aktualitas 
  • Kesatuan keseluruhan dan sebagian 
  • Kesatuan dalam syarat/kondisi 
  • Kesatuan dalam al-idhafa 

Misalnya : saya mati dan saya hidup belum tentu merupakan kontradiksi, karena dapat dikatakan saya mati setahun lagi dan saya hidup sekarang.  Ini tidak memenuhi syarat kesatuan waktu.
Saya akan lulus dan saya akan tidak lulus belum tentu merupakan kontradiksi, karena dapat dikatakan saya akan lulus jika rajin belajar dan saya akan tidak lulus jika tidak rajin belajar.  contoh ini tidak memenuhi syarat kesatuan syarat/kondisi.


 Himpunan Mahasiswa Islam